Tetralogy Of Fallot
A. Pengertian Tetralogy of Fallot
Tetralogy of Fallot (TOF) adalah
kelainan jantung kongenital dengan gangguan sianosis yang ditandai
dengan kombinasi empat hal yang abnormal meliputi Defek Septum
Ventrikel (VSD), Stenosis Pulmonal (PS), Overriding Aorta, dan
Hipertrofi Ventrikel Kanan (Sastroasmoro, 2002).
TOF
merupakan defek jantung yang terjadi secara kongenital dimana secara
khusus mempunyai empat kelainan anatomi pada jantungnya. TOF ini
adalah penyebab tersering pada Cyanotic
Heart Defect
dan juga pada Blue
Baby Syndrome (www.emedicine.medscape.com).
TOF pertama kali dideskripsikan
oleh Niels Stensen pada tahun 1672. Tetapi, pada tahun 1888 seorang
dokter dari Perancis Etienne Fallot menerangkan secara mendetail
keempat kelainan anatomi yang timbul pada TOF (www.
emedicine.medscape.com).
TOF merupakan penyakit jantung
bawaan biru (sianotik) yang terdiri dari empat kelainan yaitu:
Ventricular
septal defect (VSD), yaitu adanya
lubang pada sekat antara kedua rongga ventrikel di bagian
infundibulum septum intraventrikular dengan syarat defek tersebut
paling sedikit sama besar dengan lubang aorta.
Dalam beberapa kasus, penebalan septum
dapat menyebabkan penyempitan defek.
Pulmonal stenosis (PS),
terjadi karena penyempitan katup pembuluh darah yang keluar dari
ventrikel kanan menuju paru-paru, bagian otot di bawah katup juga
menebal dan menimbulkan penyempitan. PS sering disebabkan karena
pertumbuhan yang berlebihan dari dinding otot jantung (hipertropi
septoparietal trabekula).
Overriding aorta, dimana
pembuluh darah utama yang keluar dari ventrikel kiri melewati septum
ventrikel sehingga seolah-olah sebagian aorta keluar dari ventrikel.
Tingkat keparahan dari overriding aorta ini bervariasi, 5-95%
ventrikel kanan terhubung ke katup aorta.
Right ventricular hypertrophy
(RVH), yaitu penebalan otot ventrikel kanan karena peningkatan
tekanan di ventrikel kanan akibat dari stenosis pulmonal. Penebalan
dinding ventrikel kanan dapat menyebabkan peningkatan obstruksi di
RVOT (Right Ventricular Outflow Tract).
Komponen yang paling penting
dalam menentukan derajat beratnya penyakit adalah stenosis pulmonal
dari sangat ringan sampai berat.
B. Etiologi
Pada sebagian kasus, penyebab
penyakit jantung bawaan tidak diketahui secara pasti, akan tetapi
diduga karena adanya faktor endogen dan eksogen. Faktor-faktor
tersebut antara lain:
a. Faktor endogen:
1) Berbagai jenis penyakit
genetik: kelainan kromosom 22 delesi dan DiGeorge Syndrome
2) Anak yang lahir sebelumnya
menderita penyakit jantung bawaan
3) Adanya penyakit tertentu
dalam keluarga seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung
atau kelainan bawaan
b. Faktor eksogen:
1) Riwayat kehamilan ibu:
sebelumnya ikut program KB oral atau suntik, minum obat-obatan tanpa
resep dokter (thalidomide, dextroamphetamine, aminopterin,
amethopterin, jamu)
2) Selama hamil ibu menderita
rubella (campak Jerman)
3) Pajanan terhadap sinar-X
4) Gizi yang buruk selama hamil
5) Ibu yang alkoholik
6) Usia ibu di atas 40 tahun
(Sumber: Ilmu Kesehatan Anak,
2001)
Para ahli berpendapat bahwa
penyebab endogen dan eksogen tersebut jarang terpisah menyebabkan
penyakit jantung bawaan. Diperkirakan lebih dari 90% kasus penyebab
adalah multifaktor. Apapun sebabnya, pajanan terhadap faktor penyebab
terjadi sebelum akhir bulan kedua kehamilan karena pembentukan
jantung janin sudah selesai pada minggu kedelapan kehamilan.
TOF lebih sering ditemukan pada
anak-anak yang menderita Sindroma Down. TOF dimasukkan ke dalam
kelainan jantung sianotik karena terjadi pemompaan darah yang sedikit
mengandung oksigen ke seluruh tubuh, sehingga terjadi sianosis (kulit
berwarna ungu kebiruan) dan sesak napas. Mungkin gejala sianotik baru
timbul di kemudian hari, dimana bayi mengalami serangan sianotik saat
bayi sedang menyusu atau menangis.
C. Manifestasi Klinik
Gejala bisa berupa:
a. Sianosis terutama pada bibir dan kuku.
b. Bayi mengalami kesulitan untuk menyusu.
c. Setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok (squating)
untuk mengurangi hipoksi dengan knee chest position.
d. Jari tangan clubbing (seperti tabuh genderang)
e. Pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lambat. Gangguan
pada pertambahan tinggi badan terutama pada anak, keadaan gizi kurang
dari kebutuhan normal, pertumbuhan otot-otot dari jaringan subkutan
terlihat kendur dan lunak, masa pubertas terlambat.
f. Sesak napas jika melakukan aktivitas, kadang disertai kejang atau
pingsan dan setelah melakukan aktivitas, anak selalu jongkok.
g. Berat badan bayi tidak bertambah.
h. Pada auskultasi terdengar bunyi murmur pada batas kiri sternum
tengah sampai bawah.
(Buku ajar Keperawatan Kardiovaskuler, 2001)
D. Patofisiologi
Proses pembentukan jantung pada janin mulai terjadi pada hari ke-18
usia kehamilan. Pada minggu ke-3, jantung hanya berbentuk tabung yang
disebut fase tubing. Mulai akhir minggu ke-3 sampai minggu
ke-4 usia kehamilan, terjadi fase looping dan septasi,
yaitu fase dimana terjadi proses pembentukan dan penyekatan
ruang-ruang jantung serta pemisahan antara aorta dan arteri
pulmonalis. Pada minggu ke-5 sampai ke-8 pembagian dan penyekatan
hampir sempurna. Akan tetapi, proses pembentukan dan perkembangan
jantung dapat terganggu jika selama masa kehamilan terdapat
faktor-faktor risiko.
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak aorta yang
abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada arteri
pulmonalis, serta terdapatnya defek septum ventrikel. Dengan
demikian, bayi akan lahir dengan kelainan jantung dengan empat
kelainan, yaitu defek septum ventrikel yang besar, stenosis pulmonal
infundibular atau valvular, dekstro posisi pangkal aorta, dan
hipertrofi ventrikel kanan. Derajat hipertrofi ventrikel kanan yang
timbul bergantung pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus
stenosis pulmonal hanya infundibular, pada 10-25% kasus kombinasi
infundibular dan valvular, dan 10% kasus hanya stenosis valvular.
Selebihnya adalah stenosis pulmonal perifer.
Hubungan letak aorta dan arteri pulmonalis masih di tempat yang
normal, overriding aorta terjadi karena pangkal aorta berpindah ke
arah anterior mengarah ke septum. Klasifikasi overriding menurut
Kjellberg:
a. Tidak terdapat overriding aorta bila sumbu aorta desenden mengarah
ke belakang ventrikel kiri.
b. Pada overriding 25% sumbu aorta asenden ke arah ventrikel sehingga
lebih kurang 25% orifisium aorta menghadap ke ventrikel kanan.
c. Pada overriding 50% sumbu aorta mengarah ke septum sehingga 50%
orifisium aorta menghadap ventrikel kanan.
d. Pada overriding 75% sumbu aorta asenden mengarah ke depan venrikel
kanan. Derajat overriding ini bersama dengan defek septum ventrikel
dan derajat stenosis menentukan besarnya pirau kanan ke kiri.
(Ilmu Kesehatan anak, 2001).
Karena pada TOF terdapat empat macam kelainan jantung yang bersamaan,
maka:
Darah dari aorta sebagian
berasal dari ventrikel kanan melalui lubang pada septum
interventrikuler dan sebagian lagi berasal dari ventrikel kiri,
sehingga terjadi percampuran darah yang sudah teroksigenasi dan
belum teroksigenasi.
Arteri pulmonal mengalami
stenosis, sehingga darah yang mengalir dari ventrikel kanan ke
paru-paru jauh lebih sedikit dari normal.
Darah dari ventrikel kiri
mengalir ke ventrikel kanan melalui lubang septum ventrikel dan
kemudian ke aorta atau langsung ke aorta, akan tetapi apabila
tekanan dari ventrikel kanan lebih tinggi dari ventrikel kiri maka
darah akan mengalir dari ventrikel kanan ke ventrikel kiri (right
to left shunt).
Karena jantung bagian kanan
harus memompa sejumlah besar darah ke dalam aorta yg bertekanan
tinggi serta harus melawan tekanan tinggi akibat stenosis pulmonal
maka lama kelamaan otot-ototnya akan mengalami pembesaran
(hipertrofi ventrikel kanan).
Pengembalian darah dari vena sistemik ke atrium kanan dan ventrikel
kanan berlangsung normal. Ketika ventrikel kanan menguncup, dan
menghadapi stenosis pulmonalis, maka darah akan dipintaskan melewati
defek septum ventrikel tersebut ke dalam aorta. Akibatnya darah yang
dialirkan ke seluruh tubuh tidak teroksigenasi, hal inilah yang
menyebabkan terjadinya sianosis (Ilmu Kesehatan Anak, 2001).
Pada keadaan tertentu (dehidrasi,
spasme infundibulum berat, menangis lama, peningkatan suhu tubuh atau
mengedan), pasien dengan TOF mengalami hypoxic spell yang
ditandai dengan: sianosis (pasien menjadi biru), mengalami kesulitan
bernapas, pasien menjadi sangat lelah dan pucat, kadang pasien
menjadi kejang bahkan pingsan. Sianosis timbul saat anak
beraktivitas, makan/menyusu, atau menangis yang sering disebut ’tet
spell’dimana terjadi vasodilatasi sistemik (pelebaran pembuluh
darah di seluruh tubuh) yang menyebabkan peningkatan shunt dari kanan
ke kiri (right to left shunt). Darah yang mengandung sedikit
oksigen akan bercampur dengan darah yang kaya akan oksigen dimana
percampuran darah tersebut dialirkan ke seluruh tubuh. Akibatnya,
jaringan akan kekurangan oksigen dan menimbulkan gejala sianosis.
Jika terjadi secara terus menerus, anak dapat mengalami pingsan dan
menyebabkan hypoxic brain injury dan kematian. Untuk bayi yang
tidak mengalami sianosis, disebut ’pink tet’.
Anak akan mencoba mengurangi keluhan tet spell yang mereka
alami dengan berjongkok (squat) atau posisi lutut ke dada
(knee chest position) untuk meningkatkan systemic vascular
resistance (SVR) karena arteri femoralis terlipat. Hal ini akan
meningkatkan aliran darah dari ventrikel kanan ke dalam paru-paru
(www.wikipedia.org).
E. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. Nilai AGD
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2), dan penurunan pH.
b. Foto Rontgen Dada/Radiologi
Dari hasil pemeriksaan dengan sinar-X pada thoraks didapatkan
gambaran penurunan aliran darah pulmonal, gambaran khas jantung
tampak apeks jantung terangkat sehingga seperti sepatu boot (boot
shape).
c. Elektrokardiogram
1) Pada EKG sumbu QRS hampir selalu berdeviasi ke kanan.
2) Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan, kadang terdapat juga
hipertrofi atrium kanan.
3) Pada anak yang sudah besar dijumpai P pulmonal.
d. Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta, overriding aorta dengan dilatasi
ventrikel kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis, dan penurunan
aliran darah ke paru-paru.
e. Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan untuk mengetahui defek septum
ventrikel multipel, mendeteksi kelainan arteri koroner, dan
mendeteksi stenosis pulmonal perifer. Mendeteksi adanya penurunan
saturasi oksigen, peningkatan tekanan ventrikel kanan, dengan tekanan
pulmonalis normal atau rendah (Ilmu Kesehatan Anak, 2001).
Dalam kateterisasi dilakukan pengukuran McGoon Ratio dan Nakata Index
untuk menilai tingkat atau derajat hipoplasia pulmonary artery (PA).
McGoon Ratio merupakan ratio dari penjumlahan diameter RPA dan LPA
dibagi diameter aorta desenden. Nilai normal dari McGoon Ratio adalah
2,0-2,5. Sebagian besar penderita TOF dengan pulmonary atresia
memiliki McGoon Ratio > 1.
Nakata Index adalah luas penampang dari RPA dan LPA (mm2)
dibagi dengan luas permukaan tubuh (BSA). Diameter rata-rata dari RPA
dan LPA diukur dari titik proksimal ke awal percabangan lobar pertama
pada maksimal dan minimal selama satu siklus jantung dalam tampilan
anteroposterior dari arteriogram pulmonal. Luas penampang dihitung
dengan menggunakan rumus π × 2 diameter ÷ magnification
coefficient dan dinyatakan per luas permukaan tubuh (BSA). Nilai
normal Nakata Indeks 330 ± 30 mm2/BSA. Pasien TOF dengan
PS harus memiliki indeks > 100 untuk bertahan hidup (Park, Myung
K. 2008).
F. Penatalaksanaan
Penanganan tet spell/ blue
spell
- Pada penderita yang mengalami
serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi
serangan tersebut, antara lain dengan cara:
Posisi lutut ke dada (knee
chest position) agar aliran darah ke paru bertambah karena
peningkatan afterload aorta akibat penekukan arteri femoralis.
Selain itu untuk mengurangi aliran darah balik ke jantung (venous).
Morphine sulfat 0,1-0,2 mg/kgBB
SC, IM, atau IV atau dapat pula diberi Diazepam (Stesolid)
per-rektal untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu.
Oksigen dapat diberikan,
walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan
bukan kerena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru
menurun. Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipneu,
sianosis berkurang dan anak menjadi tenang.
Beta-blockers seperti
Propanolol 0,01-0,25 mg/kgBB IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total
dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus
diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya diberikan
perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
Penambahan volume cairan tubuh
dengan infus cairan dapat efektif dalam penanganan serangan
sianotik. Penambahan volume darah juga dapat meningkatkan curah
jantung, sehingga aliran darah ke paru bertambah dan aliran darah
sistemik membawa oksigen ke seluruh tubuh juga meningkat.
b. Pembedahan
Tindakan pembedahan dianjurkan untuk semua pasien TOF. Pembedahan
paliatif yang dilakukan, yaitu:
Waterson Shunt, yaitu membuat
anantomosis intraperikardial dari aorta asenden ke arteri pulmonal
kanan, hal ini biasanya dilakukan pada bayi. Pada tipe ini ahli
bedah harus hati-hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang
dibuat antara bagian aorta asending dengan bagian anterior arteri
pulmonal kanan. Jika anastomosis terlalu kecil maka akan
mengakibatkan hipoksia berat. Jika anastomosis terlalu besar akan
terjadi pletora dan edema pulmonal.
Potts Shunt, yaitu anastomosis
antara aorta desenden dengan arteri pulmonal yang kiri. Teknik ini
jarang digunakan.
Blalock-Taussig Shunt
(BT-Shunt), yaitu merupakan prosedur shunt yang dianastomosis sisi
sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal. Pada awalnya
kondisi ini belum dapat ditangani sampai ahli bedah Alfred Blalock,
kardiologist Helen B. Taussig, dan asisten laboratorium Vivien
Thomas di Johns Hopkins University mengembangkan sebuah prosedur
pembedahan paliatif, dimana dibuat persambungan antara arteri
subklavia dengan arteri pulmonal. Aliran baru ini menyebabkan
sebagian darah bersih yang harusnya meninggalkan jantung masuk ke
tubuh bagian atas berubah menjadi masuk ke paru-paru, meningkatkan
aliran darah melewati sirkulasi pulmonal sehingga mengurangi gejala
yang dirasakan pasien.
Indikasi dilakukan BT-Shunt
berbeda-beda tiap institusi. Adapun beberapa indikasi yaitu:
Neonatus dengan TOF dan
pulmonary atresia
Infant dengan hypoplastic
pulmonary annulus, yang memerlukan transannular patch untuk total
koreksi
Anak dengan hypoplastic PA
Kondisi anatomi arteri koroner
yang tidak baik
Infant usia kurang dari 3-4
bulan yang mengalami hypoxic spells tidak terkendali dengan
pengobatan medis
Infant dengan BB kurang dari 2.5
kg
(Park, Myung K. 2008)
Pada
awalnya prosedur Blalock-Thomas-Taussig ini merupakan satu-satunya
pembedahan yang dapat dilakukan untuk TOF, yang hanya meringankan
(paliatif) bukan menyembuhkan (kuratif). Pembedahan total koreksi
pertama dari TOF dilakukan oleh sebuah tim yang dipimpin C. Walton
Lillehei di University of Minnesota
tahun 1954 pada seorang anak laki-laki
berusia 11 tahun. Total koreksi pada bayi/infant berhasil dilakukan
sejak tahun 1981, dengan penelitian yang menunjukkan angka kematian
yang rendah.
Pada awalnya total koreksi TOF
ini memiliki risiko kematian yang cukup tinggi. Namun seiring
berjalannya waktu lama-kelamaan risiko ini berkurang. Saat ini, ahli
bedah sering melakukan pembedahan ini pada infant yang berusia 1
tahun atau kurang dari 1 tahun dengan angka kematian perioperatif
kurang dari 5%. Pembedahan jantung terbuka yang dilakukan antara
lain: mengurangi penyempitan/stenosis pada right ventricular
outflow tract (RVOT) dengan tindakan reseksi otot ventrikel
kanan, dan menutup defek pada VSD dengan Gore-Tex patch atau
homograft. Waktu untuk pelaksanaan total koreksi ini bervariasi
di tiap institusi, tapi pada umumnya dibutuhkan pembedahan yang lebih
cepat.
Saturasi oksigen kurang dari
75%-80% merupakan indikasi pembedahan di kebanyakan institusi.
Terjadinya hypoxic spell umumnya dipertimbangkan sebagai
indikasi untuk operasi.
Infant dengan gejala simptomatik
yang memiliki anatomi RVOT dan PA yang baik dapat langsung dilakukan
total koreksi kapan saja setelah usia 3-4 bulan, beberapa institusi
bahkan melakukannya sebelum usia 3 bulan. Koreksi elektif primer
(primary elective repair) dilakukan pada usia 1-2 tahun,
walaupun pasien asimptomatik, asianotik, atau sianotik minimal.
Keuntungan dari koreksi primer yang lebih awal meliputi berkurangnya
hipertrofi dan fibrosis RV, pertumbuhan normal dari PA dan alveolar,
mengurangi insiden/kejadian Premature Ventricular Contractions (PVC)
post operasi dan kematian mendadak. Koreksi yang dilakukan lebih
awal menyingkirkan kebutuhan untuk prosedur bedah tambahan dan
dengan demikian mengurangi jumlah hari rawat dan biaya operasi di
rumah sakit.
Infant dengan sianotik ringan
yang sebelumnya sudah dilakukan pembedahan pembuatan shunt
kemungkinan untuk dilakukan total koreksi 1-2 tahun setelah operasi
pembuatan shunt.
Anak dengan asimptomatik yang
memiliki kelainan arteri koroner dapat dilakukan total koreksi
setelah usia 1 tahun karena karena penempatan konduit mungkin
diperlukan antara RV dan PA.
(Park, Myung K. 2008)
G. Komplikasi
Masalah pendarahan dapat terjadi
selama periode pasca operasi, terutama pada pasien polisitemia.
Regurgitasi katup pulmonal
mungkin terjadi, tetapi regurgitasi ringan dapat ditolerir.
CHF
(gagal jantung) meskipun bersifat sementara, mungkin memerlukan
penanganan antikongestif.
Right
bundle branch block
(RBBB)
pada EKG yang disebabkan oleh ventriculotomy kanan, terjadi pada
lebih dari 90% pasien, dapat ditoleransi.
Anak dengan pink tet (TOF
asianotik) dapat berkembang menjadi sianotik TOF.
Spell hipoksia
Cerebral vascular accident
(CVA)
Abses serebri
Infeksi endokarditis
Polisitemia
Gangguan pertumbuhan
KoagulopatI
Anemia defisiensi besi
(Park, Myung K. 2008)
H. Assestment / Pengkajian
Pengkajian adalah fase awal dari
proses keperawatan terdiri dari 2 bagian yaitu pengumpulan data dan
pengorganisasian data. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis
akan membantu penentuan status kesehatan dan kebutuhan klien
(Doengoes, 2001).
Biodata
1) Pasien
2) Penanggung jawab
Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
Biasanya anak tampak sianosis
pada bibir dan kuku, sesak nafas, jari tabuh (clubbing fingers),
berat badan sulit naik.
3) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sebelumnya pernah dirawat
atau mendapat pengobatan.
4) Riwayat penyakit keluarga
Apakah terdapat anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama dengan pasien. Apakah saudara
kandung dari pasien juga lahir dengan penyakit jantung bawaan.
5) Riwayat kehamilan, tumbuh,
psikososial/perkembangan.
Riwayat kehamilan
Ditanyakan sesuai dengan yang
terdapat pada etiologi (faktor endogen dan eksogen yang
mempengaruhi).
Riwayat pertumbuhan dan
perkembangan
Biasanya anak cenderung mengalami
keterlambatan pertumbuhan karena fatique atau kelelahan selama makan
dan peningkatan kebutuhan kalori sebagai akibat dari kondisi
penyakit.
Riwayat psikososial/perkembangan
- Kemungkinan mengalami masalah
perkembangan
- Mekanisme koping anak/keluarga
- Pengalaman hospitalisasi
sebelumnya
Pemeriksaan fisik
- Pada awal bayi baru lahir
biasanya belum ditemukan sianotik, bayi tampak biru setelah tumbuh.
- Clubbing fingers tampak
setelah usia 6 bulan.
- Serangan sianotik mendadak (blue
spells/cyanotic spells) ditandai dengan dispneu, napas cepat dan
dalam, lemas, kejang, sinkop bahkan sampai koma dan kematian.
- Anak akan sering squatting
(jongkok) setelah anak dapat berjalan, setelah berjalan beberapa
lama anak akan berjongkok dalam beberapa waktu sebelum ia berjalan
kembali.
- Pada auskultasi terdengar bising
sistolik yang keras di daerah pulmonal yang semakin melemah dengan
bertambahnya derajat obstruksi
- Bunyi jantung I normal, sedang
bunyi jantung II tunggal dan keras.
- Bentuk dada bayi masih normal,
namun pada anak yang lebih besar tampak menonjol akibat pelebaran
ventrikel kanan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht)
akibat saturasi oksigen yang rendah. Pada umumnya hemoglobin
dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit antara 50-65%. Nilai AGD
menunjukkan peningkatan tekanan partial karbondioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2), dan penurunan pH.
Foto Rontgen Dada/Radiologi
Dari hasil pemeriksaan dengan
sinar-X pada thoraks didapatkan gambaran penurunan aliran darah
pulmonal, gambaran khas jantung tampak apeks jantung terangkat
sehingga seperti sepatu boot (boot shaped).
Elektrokardiogram
Pada EKG sumbu QRS hampir selalu
berdeviasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan, kadang
terdapat juga hipertrofi atrium kanan. Pada anak yang sudah besar
dijumpai P pulmonal.
Ekokardiografi
Memperlihatkan dilatasi aorta,
overriding aorta dengan dilatasi ventrikel kanan, penurunan ukuran
arteri pulmonalis, dan penurunan aliran darah ke paru-paru.
Kateterisasi
Dalam kateterisasi dilakukan
pengukuran McGoon Ratio dan Nakata Index untuk menilai tingkat atau
derajat hipoplasia pulmonary artery (PA). McGoon Ratio merupakan
ratio dari penjumlahan diameter RPA dan LPA dibagi diameter aorta
desenden. Nilai normal dari McGoon Ratio adalah 2,0-2,5. Sebagian
besar penderita TOF dengan pulmonary atresia memiliki McGoon Ratio >
1. Nakata Index adalah luas penampang dari RPA dan LPA (mm2)
dibagi dengan luas permukaan tubuh (BSA). Nilai normal Nakata Indeks
330 ± 30 mm2/BSA. Pasien TOF dengan PS harus memiliki
indeks > 100 untuk bertahan hidup.
Pengetahuan anak dan keluarga
Pemahaman tentang diagnosis
Pengetahuan/penerimaan terhadap
prognosis
Regimen pengobatan
Rencana perawatan ke depan
Kesiapan dan kemauan untuk
belajar
Perawatan di rumah
Perawatan pasca-bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Untuk
mengetahui problem pasca-bedah dianjurkan untuk mengetahui problem
penderita pra-bedah sehingga dapat diantisipasi dengan baik. Misalnya
problem pernapasan, diabetes, dan lain-lain.
Perawatan Pasca-Bedah:
Perawatan di ICU
Monitoring Hemodinamik.
Setelah pasien pindah ke ICU maka serah terima antara perawat yang
mengantar ke ICU dan petugas / perawat ICU yang bertanggung jawab
terhadap pasien tersebut. Dianjurkan setiap pasien satu perawat yang
bertanggung jawab menanganinya selama 24 jam.
Pemantauan yang dikerjakan harus secara sistematis dan mudah:
Curah jantung
CVP, RAP, LAP
Denyut jantung
Wedge presure dan PAP
Tekanan darah
Adanya tanda residual VSD yaitu
sesak dan saturasi oksigen rendah walaupun dengan pemberian fraksi
oksigen yang tinggi. Jika terdapat tanda-tanda tersebut maka dapat
dievaluasi dengan pemeriksaan echocardiography.
Obat-obat inotropik yang
digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya dan
lain-lain.
Alat lain yang dipakai untuk
membantu seperti IABP, pacu jantung, dan lain-lain.
EKG
Pemantauan EKG harus dikerjakan
untuk melihat irama dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung
seperti AF, VES, blok atrioventrikel, dan lain-lain. Perekaman
EKG lengkap tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada
perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
Sistem pernapasan
Biasanya pasien dari kamar operasi masih belum sadar dan bahkan
diberikan sedasi sebelum ditransfer ke ICU. Sampai di ICU segera
ventilator dipasang dan dilihat:
Ukuran dan kedalaman ETT yang
dipakai
Tidal volume dan minute volume,
RR, FiO2, PEEP
Dilihat aspirat yang keluar dari
bronkhus/tube, apakah lendirnya normal, kehijauan, kental atau
berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu dibuat
kultur
Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari waktu pasien mulai bangun atau masih diberikan
obat-obatan sedatif atau pelumpuh otot. Bila pasien mulai bangun maka
disuruh menggerakkan keempat ektremitasnya.
Fungsi ginjal
Dilihat produksi urin tiap jam dan perubahan warna yang terjadi
akibat hemolysis, dan lain-lain. Pemerikasaan ureum/kreatinin bila
memungkinkan dapat dikerjakan.
Fungsi endokrin
Bila pasien menderita diabetes atau memiliki kadar gula darah yang
tinggi maka pemeriksaan kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam
dan bila tinggi mungkin memerlukan terapi insulin.
Laboratorium
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa:
Pemeriksaan darah lengkap
ACT, PT-APTT
Analisa gas darah
LFT/Albumin
Ureum, kreatinin, gula darah
Drain
Produksi dari drain yang dipasang meliputi warna, jumlah, dan
karakteristiknya harus dipantau sehingga sumber perdarahan mungkin
bisa diketahui. Pemantauan drain dilakukan tiap jam tetapi bila ada
perdarahan maka observasi di kerjakan tiap ½ jam atau tiap ¼ jam.
Perdarahan yang terjadi lebih dari 3 cc/kgBB/jam dianggap sebagai
perdarahan pasca-bedah dan mungkin memerlukan retorakotomi untuk
menghentikan perdarahan.
Foto Thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk
melihat posisi dan letak ETT, CVP, drain, kateter Swan Ganz.
Perawatan pasca-bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang
dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi
jantung normal, penyapihan terhadap ventilator segera dimulai dan
begitu juga ekstubasi beberapa jam setelah pasca-bedah.
Fisioterapi
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk pada pasien
dengan ventilator. Bila sudah ekstubasi, fisioterapi penting untuk
mencegah retensi sputum (nafas dalam, fibrilasi, postural drainase).
Perawatan setelah di ICU/di Ruangan
Setelah pasien keluar dari ICU, pemantauan terhadap fungsi semua
organ tetap dilanjutkan. Umumnya pemeriksaan hematologi rutin dan
thoraks foto telah dikerjakan.
Obat-obatan yang biasanya
diberikan yaitu analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk
akan mengganggu pernapasan pasien.Obat-obat lain seperti
anti-failure, obat diabetes, dan vitamin harus sudah dimulai.
Ekpektoransia atau bronchodilator juga diperlukan untuk
mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke-7 atau sampai pasien
pulang.
Perawatan luka dapat
tertutup atau terbuka.Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan
dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, leukositosis
maka luka harus dibuka jahitannya sehingga nanah yang ada bisa bebas
keluar. Kadang-kadang perlu dikompres dengan antiseptik. Bila luka
sembuh dengan baik jahitan sudah dapat dibuka pada hari kedelapan
atau sembilan pasca-bedah.
Fisioterapi setelah pasien
ekstubasi harus segera dikerjakan untuk mencegah retensi sputum yang
dapat menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai
dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan di
sekitar tempat tidur, berjalan ke kamar mandi, dan keluar dari
ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau perawat.
- Perawatan di Ruang Rawat
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan tetap hemodinamik
tetap dipanatau di ruang Intermediet ward (IW).
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua
organ terus dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU pada hari ke dua
pasca bedah.Umumnya pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto
telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT, Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :
·
Elektrolit thrombosis.
·
Ureum
· Gula darah
·
Thoraks foto
· EKG12 lead.
Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.
Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto
thoraks tegak.
Hari ke 6 -10 : pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
Obat – obatan ini
biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu
batuk akan mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti
hipertensi, anti diabet, dan vitamin harus sudah dimulai,
expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan
sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang.
Perawatan luka, dapat
tertutup atau terbuka.Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan
dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis,
maka luka harus dibuka jahitannya sehingga nanah yang ada bisa bebas
keluar. Kadang-kadang perlu di kompres dengan antiseptik supaya nanah
cepat kering. Bila luka sembuh dengan baik jahitan sudah dapat di
buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang
gemuk, diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama untuk
mencegah luka terbuka.
Fisioterapi, setelah
klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk
mencegah retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan.
Mobilisasi di ruangan mulai dengan duduk di tempat tidur, turun dari
tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan ke kamar
mandi, dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis
atau oleh perawat.