STEMI INDIKASI PRIMARY PTCA
- DEFINISI
Infark Miokard Akut
(IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel
otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah
terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran
kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di
sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau
alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi
otot jantung, dikatakan mengalami infark. Infark Miokardium Akut
(IMA) didefinisikan sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh
tidak adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut pada arteri
koroner. Sumbatan ini mengakibatkan iskemia yang berlangsung lebih
dari 30-45 menit.( Muttaqin, 2009).
Infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct)
merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang
terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST, dan
IMA dengan elevasi ST.
Infark miokard akut
dengan elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang
sudah ada sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh
faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Infark miokard akut
ST-elevasi (STEMI) merupakan oklusi total dari arteri koroner yang
menyebabkan area infark yang lebih luas meliputi seluruh ketebalan
miokardium, yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST pada EKG.
Pada STEMI disrupsi
plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan
perfusi miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari
1 (satu) jam dan menyebabkan nekrosis miokard transmural.
Intervensi koroner
perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului
fibrinolitik disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif
dalam mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan beberapa jam
pertama infark miokard akut. PCI primer lebih efektif dari
fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka
panjang yang lebih baik.PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok
kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun), risiko perdarahan
meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat
fibrinolitik.
PTCA
adalah suatu teknik memasukkan balon dengan panduan radiografik ke
dalam arteri koroner untuk mengembangkan bagian arteri koroner yang
menyempit (Diklat PJT RSCM, 2008, hlm 149). PTCA
/ PCI adalah suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan
pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon
dan seringkali dilakukan pemasangan stent.
Tindakan ini dapat menghilangkan
penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal
kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari (Majid,
2007, dalam Meilany, 2011).
- GEJALA
- Sakit dada khas yang lama sakitnya lebih dari 30 menit.
- Tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina.
- Biasanya disebabkan oleh thrombus arteri koroner yang lokasi dan luasnya infark tergantung letak arteri koroner yang tersumbat.
- Kelainan EKG :
- Fase akut
Adanya
gelombang Q patologis disertai adanya elevasi segmen ST atau hanya
berupa elevasi segmen ST.
- Fase subakut atau recent
Adanya
gelombang Q patologis disertai gelombang T terbalik.
- Fase old
Adanya
gelombang Q patologis, segmen ST dan gelombang T sudah normal
kembali.
Adapun
untuk menentukan lokasi iskemia atau infark digunakan ketentuan
sebagai berikut :
- Anterior kelainannya di V2-V4
- Anteroseptal kelainannya di V1-V3
- Anterolateral kelainannya di Lead I, AVL, V5, V6
- Extensive anterior kelainannya di Lead I, AVL, V1-V6
- Inferior kelainannya di Lead II, III, AVF
- Posterior kelainannya di V1-V2 (resiprokal)
- Ventrikel kanan kelainannya di V1, V3R, V4R
(Diklat PJT RSCM,
2008, hlm 148).
Gambaran
klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang
terasa berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan
ke leher, rahang, epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya
rasa tidak enak di dada. IMA sering didahului oleh serangan
angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA
biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya
dengan aktivitas fisik dan biasanya tidak banyak berkurang dengan
pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan lemah, pasien juga
sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai
30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama
terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta
pada pasien berusia lanjut.
Diagnosis IMA dengan
elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2
sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan
ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang
meningkat akan memperkuat diagnosis.
Pada pasien ST
elevasi miokard infark, umumnya pemeriksaan fisik menunjukkan pasien
tampak cemas dan tidak bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstremitas
pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30
menit dan banyak keringat merupakan kecurigaan kuat adanya STEMI.
Pemeriksaan
laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien
STEMI tetapi tidak boleh menghambat implementasi terapi reperfusi.
Pemeriksaan petanda kerusakan jantung yang dianjurkan adalah
creatinin kinase (CK) MB dan cardiac specific troponin (cTn) T atau
cTn I, yang dilakukan secara serial. cTn digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal
karena pada keadaan ini juga akan diikuti peningkatan CKMB.
Terapi reperfusi
diberikan segera mungkin pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA
serta tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker. Peningkatan nilai
enzim diatas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan adanya
nekrosis jantung.
- CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis, dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
- cTn : ada dua jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTn I setelah 5-10 hari.
Pemeriksaan enzim
jantung yang lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK),
Lacticdehydrogenase (LDH) Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard
adalah leukositosispolimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa
jam setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000-15.000/ul.
Pemeriksaan EKG 12
sandapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau
keluhan yang dicurigai STEMI, dalam waktu 10 menit sejak kedatangan
di IGD sebagai landasan dalam menentukan keputusan terapi reperfusi.
Jika pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien
tetap simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian
dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara
kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan
elevasi segmen ST. EKG sisi kanan harus diambil pada pasien dengan
STEMI inferior, untuk mendeteksi kemungkinan infark ventrikel kanan.
- SIMULASI PENERIMAAN PASIEN (PENANGANAN PRE PRIMARY PTCA)
Pasien-pasien yang
tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu dengan waktu
dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akanlebih
baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun
membatasi luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung. Manajemen
yang dilakukan adalah sebagai berikut :
Dalam 10 menit
pertama harus selesai dilaksanakan adalah:
- pemeriksaan klinis (kesadaran pasien), penilaian rekaman EKG 12 sadapan dan Tanda-tanda vital (Tekanan darah, Nadi, Saturasi Oksigen)
- periksa laboratorium meliputi enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT, DPL, ureum creatinin, imunoserologi, PT-APTT dan GDS
- berikan segera: 02,pasang infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%, (usahakan ditangan kiri)
- pasang monitoring EKG secara kontiniu,
- pemberian obat:
- nitrat sublingual/transdermal/nitrogliserin intravena titrasi (kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg), bradikardia (< 50 kali/menit), takikardia,
- aspirin 160-325 mg: bila alergi/tidak responsif diganti dengan dipiridamol,tiklopidin atau klopidogrel, dan
- mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg intravena.
Selain tindakan
tersebut juga dilakukan tindakan :
- Chest X-Ray: mungkin normal atau adanya cardiomegali, CHF, atau aneurisma ventrikiler.
- Echocardiogram : Mungkin harus di lakukan guna menggambarkan fungsi atau kapasitas masing-masing ruang pada jantung.
- Lakukan test allen jika puncture pada arteri radialis atau brachialis untuk persiapan primary PTCA
- Memberikan penjelasan tentang penyakit dan rencana tindakan yang akan dilakukan serta inform consent dengan dokter yang akan melakukan tindakan.
- Cukur daerah yang akan dipuncture, daerah inguinal sampai pangkal paha dan daerah pergelangan tangan kanan ( radial dan femoral .
- Pengkajian riwayat alergi, riwayat melena/perdarahan saluran cerna dan riwayat penyakit sebelumnya
- PENANGANAN TINDAKAN PRIMARY PTCA
- Administrasi
Administrasi sudah
diselesaikan oleh keluarga pasien
- Penerimaan pasien dilaboratorium kateterisasi
- Menerima pasien dari IGD
- Identifikasi pasien
- Mengecek dokumentasi persiapan pra PTCA (hasil Lab, informed consend dll)
- Melakukan pengkajian awal pasien :Tekanan darah, nadi, saturasi, riwayat alergi, riwayat stroke, dan kesadaran pasien.
- Persiapan pre PTCA
- Memasukkan data pasien, hasil lab dan protocol pada computer hemodinamk dan computer angiografi
- Memasang lead EKG dan saturasi oksigen
- Dokumentasikan EKG awal dan saturasi di computer hemodinamik
- Memberikan premedikasi
- Melakukan skin test bila ada riwayat alergi
- Mempersiapkan instrument dan perlengkapan PTCA yang dibutuhkan
- Melakukan Scrubbing sebelum memulai tindakan PTCA
- Melakukan painting bilateral femoral dan/ atau radial dengan chlorhexidine berbasis alcohol
- Melakukan drapping
- Mempersiapkan kateter dan alat-alat lainnya
- Bertanggung jawab atas kelengkapan jumlah instrument dan kateter
- Tindakan PTCA
- Melakukan timeout
- Melakukan anestesi local
- Puncture arteri femoralis/radialis/brachialis
- Memberikan NTG/vasodilator lain (khusus akses radial dan brachial)
- Memasukkan kateter diagnostic JL dan JR/optitorque/castilo/AL dan / AR ssuai ukuran
- Merekam tekanan aorta awal
- Pengambilan gambaran arteri koroner (LCA dan RCA)
- Memilih guiding catheter yang sesuai
- Memberikan heparine (50 unit-100 unit per kg BB)
- Memilih wire koroner yang sesuai
- Melakukan pre dilatasi dengan ballon (jika diperlukan)
- ]melakukan aspirasi thrombus (jika diperlukan)
- Memberikan NTG/ vasodilator lain jika diperlukan
- Menentukan ukuran stent yang diperlukan
- Stent dikembangkan sesuai ukuran
- Melakukan post dilatasi dengan ballon non compliance (jika diperlukan)
- Evaluasi hasil dan komplikasi yang mungkin terjadi pada pembuluh darah koroner yang lain
- Mengobservasi hemodinamik selama proses corangiografi
- Merekam EKG dan tekanan aorta akhir
- Melaksanakan sign out
- Melakukan pencatatan pemakaian BMHP
- Merapikan lingkungan ruang cathlab
- Post procedure
- Mencabut dan memberhentikan perdarahan pada daerah kanulasi
- Melakukan observasi pasca tindakan meliputi Tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sturasi oksigen, nyeri.
- Mengkaji komplikasi yang mungkin muncul
- Operator membuat laporan hasil tindakan
- Membuat rekaman hasil tindakan dalam bentuk CD
- Transfer pasien
- Mengisi check list serah terima psien (khusus perawat)
- Mengisi lembar catatan terintegerasi (khusus dokter)
- Membantu dalam proses transfer pasien ke ruang perawatan
- Memindahkan psien oleh perawat cathlab
- Melakukan erah terima pasien dengan perawat ruang perawatan
- Memberikan informasi hasil tindakan pada keluarga.
- PENANGANAN POST PRIMARY PTCA
- Observasi tekanan darah dan nadi tiap jam selama 6 jam, lalu tiap 4 jam sampai pagi hari.
- Heparin drill 1000 unit/jam diberikan minimal 12 jam sesuaikan nilai hasil ACT.
- Periksa ACT tiap 4 jam setelah prosedur dan usahakan nilai ACT kurang dari 120 detik.
- Perhatikan tanda-tanda perdarahan ditempat penusukan.
- Perhatikan pulsasi nadi, khususnya sebelah distal tempat penusukan.
- Selesai prosedur dapat makan dan minum.
TREATMENT DI INTERMEDIATE WARD (IW) dan DI RUANG RAWAT
- Post tindakan hari ke 0 :
- Tindakan :
- Menerima pasien dari ruang cathlab
- Serah terima pasien dengan petugas cathlab, disertai:
- Form serah terima pasien dari ruang cathlab
- Hasil laporan PTCA
- Pasang lead ECG yang terhubung ke monitor serta rekam EKG 12 lead
- Pasang bantal pasir diatas luka puncture ( arteri femoralis ) selama 6-7 jam
- Jika belum aff shit, cek ACT tiap 2 jam. Jika ACT < 200 sec shit boleh di aff
- Observasi kesadaran pasien dan keluhan nyeri dada
- Berikan therapy O2 ( sesuai order dokter )
- Penjelasan kepada keluarga perawatan post PTCA
- Observasi hemodinamik tiap 15 menit pada 1 jam pertama, dan tiap setrengah jam pada jam kedua, selanjutnya setiap jam bila hemodinamik stabil
- Observasi perfusi, suhu pada ekstremitas yang terdapat luka puncture, pulsasi pada daerah distal luka puncture ( bandingkan kanan dan kiri )
- Observasi adanya hematoma atau perdarahan pada luka puncture
- Observasi intake dan output
- Aff nichiban ( puncture di arteri radialis atau brachialis ) setrelah 4-6 jam
- Melaporkan pada dokter jika ada kelainan dari hasil observasi
- Follow up dokter kardiologi ( form catatan medis )
- Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan DPL post PTCA sesuai order dokter- Aktivitas :
- Immobilisasi ekstremitas yang terdapat luka puncture ( femoral ) selama 6 jam
- Immobilisasi tangan yang terdapat luka puncture selama 4 jam
- Nutrisi :
Pasien boleh makan dan anjurkan untuk banyak minum- Pendidikan :
- Penejelasan pada keluarga tentang hasil PTCA serta rencana selanjutnya
- Motivasi pasien untuk banyak minum ( dibantu keluarga ) yang bertujuan untuk mengeluarkan zat kontras selama tindakan PTCA
- Libatkan keluarga untuk immobilisasi daerah yang terdapat luka puncture
- Obat-obatan:
- Obat antibiotic IV/oral
- Atur maintenance cairan IV
- Konfirmasi dokter tentang obat-obatan yang diberikan setelah primary PTCA
- Outcome:
- Hemodinamik stabil, afebris
- Pulsasi daerah distal dari luka puncture adekuat
- Tidak ada perdarahan dan homatoma pada daerah luka puncture
- Ekstremitas yang terdapat luka puncture teraba hangat perfusi baik
- Hasil DPL dalam batas normal
- Keluarga pasien memahami penjelasan dokter tentang hasil PTCA
- Post tindakan hari pertama:
- Administrasi:
Mengurus jaminan pulang- Tindakan;
- TTV/4 jam serta rekam EKG 12 lead
- Ganti balutan post PTCA
- Aff IV line
- Visit dokter kardiologi dan konfirmasi rencana tindakan selanjutnya
- Buat resume pulang oleh dokter kardiologi
- Bila ada perencanaan operasi konfirmasi ke bagian penjadwalan operasi
- Pendidikan:
- Kaji ulang kejelasan hasil PTCA yang diterima keluarga pasien dan rencana selanjutnya
- Perawatan luka puncture dan aktifitas selama dirumah
- Jika direncanakan untuk operasi, jelaskan pada keluarga selama menunggu jadwal operasi untuk mempersiapkan kondisi pasien sebaik mungkin, menjaga makan dan kesehatan selama dirumah
- Nutrisi:
Makanan biasa dengan diet TKTP- Obat-obatan:
- Stop antibiotic
- Konfirmasi pada dokter kardiologi tenteng obat-obatan yang perlu dilanjutkan dirumah
- Outcome:
- Hemodinamik stabil, afebris
- Keluarga pasien mengerti tentang cara perawatan luka dirumah, dan mengerti tentang pentingnya menjaga kondisi pasien sebaik mungkin untuk persiapan operasi
- Luka puncture kering, tidak adad hematoma, perdarahan atau tanda-tanda infeksi.
- Table pencatatan varian:
Varian adalah segala sesuatu yang terjadi diluar standar tindakan dan menyimpang dari outcome yang diharapkan. Table pencatatan varian meliputi tanggal terjadi, waktu, varian yang terjadi, mengapa terjadi, implementasi, evaluasi dan paraf.- OBAT-OBATAN YANG WAJIB DISEDIAKAN
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel, thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor Blocker- Anti trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI berperan dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait infark. Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal sebesar 49%.Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan hasil penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6 bulan pada kelompok abciximab dan stenting.Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu trombolisis dan memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12 U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali.Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus mendapatkan terapi antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi warfarin minimal 3 bulan.- Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators mempelajari pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang mendapat perawatan dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi reperfusi awal (8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi (18%)- Penyekat Beta
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri, mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma).- Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan manfaat terhadap penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE, dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE menahun pasca infark.Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau pasien hipertensif.- KOMPLIKASI YANG DAPAT TERJADI
Komplikasi yang dapat terjadi pada keadaan STEMI tanpa tindakan reperfusi diantaranya :- Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.- Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.- Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%), sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri koroner multivesel.- Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul, hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi- Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan konduksi di zona iskemi miokard- Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien STEMI- Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.- Fibrilasi atrium
- Aritmia supraventrikular
- Asistol ventrikel
- Bradiaritmia dan Blok
- Komplikasi Mekanik
Ruptur muskulus papilaris, ruptur septum ventrikel, ruptur dinding ventrikel.Meskipun PTCA bermanfaat untuk melebarkan pembuluh darah yang menyempit, dalam kenyataannnya juga memiliki komplikasi. Komplikasi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu yang secara umum berkaitan dengan kateterisasi arteri dan yang berhubungan dengan teknologi yang spesifik yang digunakan untuk prosedur pada koroner (AHA, 2001, dalam Meilany, 2011).- Trombolisis stent
Walaupun angka kejadian hanya 1-2%, kejadian trombolisis stent masih berisiko sehingga stent harus itu dilapisi oleh endothelium dan hal tersebut biasanya muncul sebagai MI akut, dengan tingkat kematian tinggi. Trombolisis stent sering sewaktu bulan pertama pemasangan, tapi bisa muncul berbulan dan bertahun setelah pemasangan PTCA.- Stenosis stent
Hal ini berhubungan dengan proses penyembuhan yang berlebihan dari dinding pembuluh darah yang bertimbun pada lumen stent. Stenosis biasanya terbentuk dalam 3-6 bulan dan tidak jarang angina muncul kembali, tetapi jarang menyebabkan MI. Stenosis stent terjadi dalam 4-20% dari stent.- Komplikasi mayor
Komplikasi mayor lain termasuk kejadian yang jarang, tetapi bisa mengakibatkan kematian (0,2% dalam kasus berisiko tinggi), MI akut (1%) yang mungkin memerlukan CABG darurat, stroke (0,5%), tamponade jantung (0,5%) dan perdarahan sistemik (0,5%). Kematian terjadi saat proses di rumah sakit. Stroke terjadi saat otak kehilangan fungsi neurologis yang disebabkan oleh iskemik 24 jam setelah onset.- Komplikasi minor
Komplikasi minornya adalah alergi terhadap medium kontras, nefropati dan komplikasi pada bagian yang dimasuki, seperti perdarahan dan hematoma. Gagal ginjal meliputi terjadinya peningkatan serum kreatinin lebih 2 mg/dl.(Butman, 2005, dalam Meilany, 2011)Faktor-faktor keberhasilan atau terjadinya komplikasi adalah sebagai berikut :- Faktor anatomi
Morfologi lesi dan keparahan stenosis diidentifikasikan sebagai faktor keberhasilan PTCA.- Faktor klinis
Kondisi klinis dapat mempengaruhi tingkat keparahan. Misalnya, terjadi komplikasi 15,4% pada pasien dengan diabetes mellitus dan hanya 5,8% pada pasien yang tidak terkena diabetes mellitus. Faktor-faktor ini meliputi usia, jenis kelamin, angina yang tidak stabil, gagal jantung kongestif dan diabetes.- Risiko kematian
Kematian pasien yang mendapat tindakan PTCA berhubungan dengan oklusi, diabetes, dan infark miokardium.- Wanita
Dibandingkan dengan laki-laki, wanita yang mendapat tindakan PTCA memiliki insiden lebih tinggi mendapatkan hipertensi dan hiperkolestrolemia.- Usia lanjut
Usia diatas 75 tahun merupakan kondisi klinis yang cukup besar dihubungkan dengan peningkatan risiko mendapatkan komplikasi.- Diebetes mellitus
Dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami diabetes mellitus, pasien diabetes mellitus memiliki tingkat mortalitas yang lebih tinggi.- Faktor hemodinamik
Perubahan tekanan darah dapat dihubungkan dengan LV ejection fraction dan risiko rusaknya miokardium (AHA, 2001, dalam Meilany, 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar